Penulis : Diosetta
Penerbit : Gagasmedia
Cetakan : 1, 2022
Tebal : 157 halaman
Peresensi : Elok mayangsari
Desa windualit adalah desa terpencil di daerah gunung merapi. Desa ini jauh dari kata modern, namun pemandangan gunung merapi selalu setia menemani. Dibalik kesederhanaannya ada sebuah kejadian menakutkan yang terjadi pada bulan purnama. Berawal dari pengusiran Laksmi yang mengaku dihamili oleh Aswangga salah satu orang terpandang di desa itu. Laksmi di buang di hutan terlarang yang ada di perbatasan desa dan entah bagaimana nasibnya. Sampai pada saat bulan purnama terdengar suara gamelan tanpa henti sepanjang malam yang ternyata berasal dari hutan terlarang, yakni Alas Mayit. Dan saat malam mencapai puncaknya, terdengar suara lengkingan dari rumah Aswangga, anak laki-laki nya keluar dari rumah dan menari kesetanan mengikuti alunan musik gamelan sambil tertawa seperti orang gila lalu memutar kepalanya ke belakang hingga lehernya patah sambil berlari menuju hutan Alas Mayit dan hilang dalam gelap. Keesokan paginya anak Aswangga ditemukan tergeletak di mulut hutan dengan tubuh yang mengenaskan, yakni kepala, tangan, kaki terpisah dari tubuhnya. Hal ini terjadi setiap bulan purnama dan banyak warga yang terlena ikut menjadi korban gamelan Alas Mayit.
Adalah Danan, Cahyo dan Pak Sardi yang tak lain adalah ayah Sekar berusaha membantu membebaskan kutukan Desa Windualit dengan cara memasuki hutan terlarang untuk menemukan tabuh waringin. Mereka dibantu oleh Eyang Wirdapa memasuki kerajaan iblis yang sangat mencekam. Pertarungan tak dapat dihentikan, kekuatan iblis sangat besar dan aura hitam menyebar ke seluruh Alas Mayit.
Ceritanya ringan, seru, tegang. Apalagi pas peperangan dengan iblis, saling adu kekuatan kasat mata. Dan kemunculan sosok Laksmi yang menghasut Danan agar mau mengikuti dirinya menjadi penambah keseruan dan ketegangan cerita ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar