Penulis : Pijar 88
Penerbit : Mediakita
ISBN : 979-794-476-x
Cetakan : Pertama, Jakarta, 2014
Tebal : 282 halaman
Peresensi : Elok mayangsari
Cerita ini mengambil setting di sebuah desa bernama krandakan, di bawah kaki gunung slamet. Di daerah ini terdapat mitos tentang bahu laweyan, yakni seorang anak perempuan yang memiliki tanda lahir atau tompel di bahu nya dan apabila dinikahi maka akan membawa dampak buruk bagi keluarga, akan membawa bencana. Seorang wanita yang memiliki tanda tersebut biasanya dipercaya memiliki kekuatan magis yang melebur menjadi satu dalam dirinya. Karena perempuan bahu laweyan yang menjadi korban keegoisan lelaki inilah menjadi awal mula keretakan persahabatan, kehancuran keluarga dan diselimuti penyesalan seumur hidup yang tak terbayarkan.
Kisah percintaan kedua remaja Ranti dan Wardoyo dipenuhi liku-liku yang tak ada habisnya. Ranti dilahirkan dengan menyandang bahu laweyan sehingga pak Sasmita, ayahnya memaksanya menjadi sintren bersih desa untuk meruwatnya agar terbebas dari kutukan. Pada saat pelaksanaan sintren, wardoyo menemui hal mistis, ia bertemu dengan kakek nenek penjual gaplok yang kemudian mengatakan bahwa ia harus hati-hati karena ada aura jahat yang mengelilinginya, namun ketika ia hendak bertanya lebih lanjut kakek nenek itu menghilang tanpa bekas. Kejadian aneh ini berulang menimpanya dari adanya kain kafan yang tiba-tiba terselip di tumpukan kain batik, bertemu babi hutan yang dipercaya sebagai pesugihan pada saat menangkap belut. Dan puncaknya pada saat Pak Jumadi, ayah wardoyo tiba-tiba mati dan berubah menjadi seekor babi hutan. Seketika warga menyerang dengan membabi buta, mengutuk Jumadi, orang kaya yang disegani sebagai penyembah setan dengan melakukan pesugihan. Warga tak kenal ampun, mereka membakar rumahnya, semua tempat penggilingan padi dan memaksa memberikan setengah kekayaan Jumadi untuk desa sebagai ganti rugi karena perilakunya yang membuat kotor desa mereka. Akhirnya wardoyo beserta ibu dan adiknya pindah ke sebuah rumah kecil ditengah sawah, untuk memulai hidup baru. Namun lagi-lagi ia didatangi seorang wanita cantik beraroma pandan wangi yang berubah wujud menjadi sosok yang menyeramkan, selain itu ia juga kerap bertemu dengan seorang kakek, entah mengapa untuk kesekian kalinya ia selalu merasakan hawa mistis yang mencekam. Kakek dan wanita cantik itu selalu mengelilinginya hingga ia bekerja di kota dan kawin lari dengan Ranti pun dua makhluk ini selalu muncul.
Ceritanya tidak begitu menakutka seperti cerita horor lainnya, alurnya bagus, bahasa sangat mudah dipahami tapi endingnya kurang greget. Pengennya sih endingnya bisa mengungkap apakah jumadi memang melakukan pesugihan dan bagaimana dengan sasmita yang ternyata berhubungan erat dengan cewek cantik yang selalu ada dalam bayang-bayang wardoyo. Karena diketahui cewek cantik itu bernama Laksmi seorang sintren dimana sasmita mempunyai penyesalan yang terdalam padanya. Hal itu aja sih yang masih mengganjal mungkin kalo endingnya keungkap semua akan lebih bagus lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar