Judul : Kisah-Kisah Tengah Malam
Penulis : Edgar Allan Pole
Penerbit : Gramedia
Cetakan : 4, Juli 2017
Tebal : 245 halaman
Peresensi : elok mayangsari
Kedua kali baca cerita klasik, menurutku sangat mengesankan karena daya imajinasinya yang tinggi dan dikemas dengan apik sehingga rasanya membacanyapun ikut terbawa arus imajinasi. Meskipun memang agak membosankan karena mungkin pengaruh mind set yang terlanjur nyaman di genre thriller tapi tetap saja kagum dengan daya imajinasinya.
Buku ini memuat cerita-cerita pendek yang berjumlah 13, yakni gema jantung yang tersiksa, pesan dalam botol, hop-frog, potret seorang gadis, mengarungi badai melstrom, kotak persegi panjang, obrolan dengan mummy, setan merah, kucing hitam, jurang dan pendulum, pertanda buruk, william wilson, dan misteri rumah keluarga usher. Dari sekian banyak cerita pendek, menurutku yang menarik adalah gema jantung yang tersiksa dan potret seorang gadis. Pada gema jantung yang tersiksa, diceritakan sebuah pembunuhan kemudian pelaku memutilasi dan dimasukkan di lantai bawah kamar dengan sangat teliti dan hati-hati.Namun saat polisi datang entah mengapa ia berubah menjadi tidak tenang dan semakin kesal karena polisi tidak pergi juga hingga akhirnya datang suara lain yang sangat mengganggu. Untuk menghilangkan gangguan suara itu pelaku berceloteh tak tentu arah dan akhirnya ia berteriak menyuruh polisi itu membongkar lantai kayu tempat korban berada, ya ternyata denyut jantung korban yang membuatnya terganggu dan mengakui perbuatannya. Lain halnya dengan kisah potret seorang gadis, dikisahkan seorang gadis yang menikahi seniman, mereka mempunyai latar belakang yang jauh berbeda. Seniman ini sangat mencintai profesinya dan seringkali mengabaikan hal lain. Gadis ini suatu ketika dijadikan model lukisan dan disuruh duduk selama berminggu-minggu di dalam ruangan yang gelapdi dalam menara kecil istana dengan cahaya yang masuk hanya cukup untuk menyinari kanvas. Ia bekerja keras menoreh kuas untuk menggambarkan kesempurnaan istrinya, tanpa disadari ia sudah tidak menoleh lagi pada istrinya yang masih setia duduk menemaninya hingga minggu dan bulan telah berlalu, saat mahakarya sempurnanya selesai, sang istri telah mati.